Jumat, 03 Oktober 2014

MAKALAH BANI ABBASIYAH

KATA PENGANTAR


Kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dalam waktu yang telah ditentukan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Sejarah tentang Pendidikan Islam Masa Abbasiyah
Pada kesempatan ini kelompok kami ingin mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penyusunan makalah ini. Untuk itu perkenankanlah kelompok kami menyampaikan terima kasih kepada :
   1.      Allah SWT yang telah meridhoi pembuatan makalah ini
   2.      Guru Sejarah 
   3.      Seluruh pihak yang tidak dapat kelompok kami sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini
Kelompok kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang membangun dalam perbaikan karya tulis ini sangat kelompok kami harapkan.







Trenggalek, 6 Februari 2014

Penyusun


Bab I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
   A.    Latar Belakang
Berkembangnya pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meniru pola pendidikan Islam pada masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama’ setelahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Sejarah pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan Islam sejatinya telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam itu sendiri. Melalui sejarah Islam pula, umat Islam bisa meneladani model-model pendidikan Islam di masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama-ulama sesudahnya. Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas, sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah masjid.
Pada masa Nabi, masjid bukan hanya sebagai sarana ibadah, tapi juga sebagai tempat menyiarkan ilmu pengetahuan pada anak-anak dan orang-orang dewasa, disamping sebagai tempat peradilan, tempat berkumpulnya tentara dan tempat menerima duta-duta asing.Bahkan di masa Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah, masjid yang didirikan oleh penguasa umumnya dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas pendidikan seperti tempat belajar, ruang perpustakaan dan buku-buku dari berbagai macam disiplin keilmuan yang berkembang pada saat itu.Sebelum al-Azhar didirikan di Kairo, sesungguhnya sudah banyak masjid yang dipakai sebagai tempat belajar, tentunya dengan kebijakan-kebijakan penguasa pada saat itu.
Islam mengalami kemajuan dalam bidang pendidikan, terutama pada masa Dinasti Abbasiyah. Pada saat itu, mayoritas umat muslim sudah bisa membaca dan menulis dan dapat memahami isi dan kandungan al-Quran dengan baik. Pada masa ini murid-murid di tingkat dasar mempelajari pokok-pokok umum yang ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang beberapa masalah.Pendidikan di tingkat dasar ini diselenggarakan di masjid, dimana al-Quran merupakan buku teks wajib.Pada tingkat pendidikan menengah diberikan penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam dan rinci terhadap materi yang sudah diajarkan pada tingkat pendidikan dasar.Selanjutnya pada tingkat universitas sudah diberikan spesialisasi, pendalaman dan analisa.
   B.     Tujuan

Karya tulis ini bertujuan untuk :
1.    Ini bisa digunakan sebagai refrensi pebelajaran pada masa sekarang.
2.    Supaya kita dapat menghargai bagaimana Ilmu  Diperjuangkan pada masa  dahulu .
3.    Kita dapat mengenal tokoh terkemuka dalam ilmu pengetahuan dan dapat mencontohnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A.     Tujuan Pendidikan Pada Masa Abbasiyah

Pada masa Nabi masa khoilfah rasyidin dan umayah, tujuan pendidikan satu saja, yaitu keagamaan semata. Mengajar dan belajar karena Allah dan mengharap keridhoan-Nya. Namun pada masa abbasiyah tujuan pendidikan itu telah bermacam-macam karena pengaruh masyarakat pada masa itu. Tujuan itu dapat disimpulkan sebagai berikut:

a. Tujuan keagamaan dan akhlak
Sebagaiman pada masa sebelumnya, anak-anak dididik dan diajar membaca atau menghafal Al-Qur’an, ini merupakan suatu kewajiban dalam agama, supaya mereka mengikut ajaran agama dan berakhlak menurut agama.

b. Tujuan kemasyarakatan
Para pemuda pada masa itu belajar dan menuntut ilmu supaya mereka dapat mengubah dan memperbaiki masyarakat, dari masyarakat yang penuh dengan kejahilan menjadi masyarakat yang bersinar ilmu pengetahuan, dari masyarakat yang mundur menuju masyarakat yang maju dan makmur. Untuk mencapai tujuan tersebut maka ilmu-ilmu yang diajarkan di Madrasah bukan saja ilmu agama dan Bahasa Arab, bahkan juga diajarkan ilmu duniawi yang berfaedah untuk kemajuan masyarakat.
c. Cinta akan ilmu pengetahuan
Masyarakat pada saat itu belajar tidak mengaharapkan apa-apa selain dari pada memperdalam ilmu pengetahuan. Mereka merantau ke seluruh negeri islam untuk menuntut ilmu tanpa memperdulikan susah payah dalam perjalanan yang umumnya dilakukan dengan berjalan kaki atau mengendarai keledai. Tujuan mereka tidak lain untuk memuaskan jiwanya untuk menuntut ilmu.
d. Tujuan kebendaan
Pada masa itu mereka menuntut ilmu supaya mendapatkan penghidupan yang layak dan pangkat yang tinggi, bahkan kalau memungkinkan mendapat kemegahan dan kekuasaan di dunia ini, sebagaimana tujuan sebagian orang pada masa sekarang ini

B. Faktor-Faktor Perkembangan Ilmu  Pengetahuan
Faktor yang menyebabkan pesatnya perkembangan sains dan filsafat di masa dinasti Abassiyah, diantarannya adalah :

  • 1.      Kontak antara slam dan Persia menjadi jembatan perkembangan sainsdan filsafat karena secara kultural persia banyak berperan dalam pengembangan tradisi keilmuan Yunani.
  • 2.      Etos ke ilmuan para khalifah Abbasiyah tampak menonjol terutama pada dua khalifah terkemuka yaitu Harun Ar-rassyid dan Al-Ma’mun yang begitu mencintai Ilmu.
  • 3.      Peran keluarga Barmak yang sengaja dipanggil oleh khalifah untuk mendidik keluarga istana dalam hal pengembangan keilmuan.
  • 4.      Aktifitas penerjemahan literatur-literatur Yunani kedalam bahasa Arab demikian besar dan ini didukung oleh khalifah yang memberi imbalanyang besar terhadap para penterjemah.
  • 5.      Relatif tidak adanya pembukaan daerah dan pemberontakan-pemberontakan menyebabkan stabilitas negara terjamin sehingga konsentrasi pemerintah untuk memajukan aspek sosial dan intelektual menemukan peluangnya.
  • 6.      Adanya peradaban dan kebudayaan yang heterogen di Baghdad menimbulkan proses interaksi antara satu kebudayaan dan kebudayaan lain.
  • 7.      Situasi sosial baghdad yang kosmopolit dimana berbagai macam suku, ras dan etnis serta masing-masing kulturalyang berinteraksi satu sama lain, mendorong adanya pemecahan masalah dari pendekatan intelektual.

B.       Tingkat-tingkat Pengajaran

Pada masa Abbasiyah sekolah-sekolah terdiri dari beberapa tingkat, yaitu:

·           Tingkat sekolah rendah,
namanya Kuttab sebagai tempat belajar bagi anak-anak. Di samping Kuttab ada pula anak-anak belajar di rumah, di istana, di took-toko dan di pinggir-pinggir pasar. Adapun pelajaran yang diajarkan meliputi: membaca Al-Qur’an dan menghafalnya, pokok-pokok ajaran islam, menulis, kisah orang-orang besar islam, membaca dan menghafal syair-syair atau prosa, berhitung, dam juga pokok-pokok nahwu shorof ala kadarnya.[2]

·           Tingkat sekolah menengah,
di masjid dan majelis sastra dan ilmu pengetahuan sebagai sambungan pelajaran di kuttab. Adapun pelajaran yang diajarkan melipuri: Al-Qur’an, bahasa Arab, Fiqih, Tafsir, Hadits, Nahwu, Shorof, Balaghoh, ilmu pasti, Mantiq, Falak, Sejarah, ilmu alam, kedokteran, dan juga music.

·           Tingkat perguruan tinggi
seperti Baitul Hikmah di Bagdad dan Darul Ilmu di Mesir (Kairo), di masjid dan lain-lain. Pada tingkatan ini umumnya perguruan tinggi terdiri dari dua jurusan:
1)      Jurusan ilmu-ilmu agama dan Bahasa Arab serta kesastraannya. Ibnu Khaldun menamainya ilmu itu dengan Ilmu Naqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Tafsir Al-Qur’an, Hadits, Fiqih, Nahwu, Sharaf, Balaghoh, dan juga Bahasa Arab.
2)      Jurusan ilmu-ilmu hikmah (filsafat), Ibnu Khaldun menamainya dengan Ilmu Aqliyah. Ilmu yang diajarkan pada jurusan ini meliputi: Mantiq, ilmu alam dan kimia, Musik, ilmu-ilmu pasti, ilmu ukur, Falak, Ilahiyah (ketuhanan), ilmu hewan, dan juga kedokteran.


C.     Lembaga-Lembaga Pendidikan Pada Masa Bani Abbasiyah

Sebelum timbulnya sekolah dan universitas yang kemudian dikenal sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sebenarnya telah berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam yang bersifat non fomal.Lembaga-lembaga ini berkembang terus dan bahkan bersamaan dengannya tumbuh dan berkembang bentuk-bentuk lembaga pendidikan non formal yang semakin luas. Diantara lembaga-lembaga pendidikan Islam yang becorak non formal tersebut adalah :
1. Suffah
Pada masa Rasulullah SAW, suffah adalah suatu tempat yang dipakai untuk aktivitas pendidikan biasanya tempat ini menyediakan pemondokan bagi pendatang baru dan mereka yang tergolong miskin disini para siswa diajari membaca dan menghafal al-qur’an secara benar dan hukum islam dibawah bimbingan langsung dari Nabi, dalam perkembangan berikutnya, sekolah shuffah juga menawarkan pelajaran dasar-dasar menghitung, kedokteran, astronomi, geneologi dan ilmu filsafat.

2. Kuttab atau maktab.
Kuttab atau maktab berasal dari kata dasar yang sama, yaitu kataba yang artinya menulis. Sedangkan kuttab atau maktab berarti tempat untuk menulis atau tempat dimana dilangsungkan kegiatan tulis menulis.
Philip K. Hitti mengatakan bahwa kurikulum pendidikan dikuttab ini berorientasi kepada al-qur’an sebagai suatu tex book, hal ini mencakup pengajaran membaca dan menulis, kaligrafi, gramatikal bahasa arab. Sejarah Nabi hadits, khususnya yang berkaitan dengan Nabi SAW. Bahkan dalam perkembangan kuttab dibedakan menjadi dua, yaitu kuttab yang mengajarkan pengetahuan non agama (secular learning) dan kuttab yang mengajarkan ilmu agama (religius learning).
Dengan adanya perubahan kurikulum tersebut dapat dikatakan bahwa kuttab pada awal perkembangan merupakan lembaga pendidikan yang tertutup dan setelah adanya persentuhan dengan peradaban helenisme menjadi lembaga pendidikan yang terbuka terhadap pengetahuan umum, termasuk filsafat.

3. Halaqah.
Halaqah artinya lingkaran. Artinya proses belajar mengajar disini dilaksanakan dimana murid dan meringkari gurunya. Seorang guru biasanya duduk dilantai menerangkan, membacakan karangannya, atau memberikan komentar atas karya pemikiran orang lain. Kegiatan di halaqah ini tidak khusus untuk megajarkan atau mendiskusikan ilmu agama, tetapi juga ilmu pengetahuan umum, termasuk filsafat.



4. Majlis.
Istilah majlis telah dipakai dalam pendidikan sejak abad pertama islam, mulanya ia merujuk pada arti tempat-tempat pelaksanakan belajar mengajar. Pada perkembangan berikutnya disaat dunia pendidikan islam mengalami zaman keemasan, majlis berarti sesi dimana aktivitas pengajaran atau berlangsung.
Seiring dengan perkembangan pengetahuan dalam islam, majlis digunakan sebagai kegiatan transfer ilmu pengetahuan sebagai majlis banyak ragamnya, menurut Muniruddin Ahmad ada 7 (tujuh) macam majlis, sebagai berikut:
a. Majlis al-hadits
b. Majlis al-tadris
c. Majlis al-manazharah
d. Majlis muzakarah
e. Majlis al-syu’ara
f. Majlis al-adab
g. Majlis al-fatwa dan al-nazar

5. Masjid
Semenjak berdirinya di zaman Nabi SAW, masjid telah menjadi pusat kegiatan dan informasi berbagai masalah kaum muslimin, baik yang menyangkut pendidikan maupun sosial ekonomi. Namun, yang lebih penting adalah sebagai lembaga pendidikan.
Perkembangan masjid sangat signifikan dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, terlebih lagi pada saat masyarakat islam mengalami kemajuan. Urgensi masyarakat terhadap masjid menjadi semakin kompleks, hal ini menyebabkan karakteristik masjid berkembang menjadi dua bentuk yaitu mesjid sebagai tempat sholat jum’at atau jami dan masjis biasa.
Kurikulum pendidikan dimasjid biasanya merupakan tumpuan pemerintah untuk memperoleh pejabat-penjabat pemerintah, seperti, qodhi, khotib dan iman masjid.

6. Khan.
Khan biasanya difungsikan sebagai penyimpanan barang-barang dalam jumlah besar atau sebagai sarana komersial yang memiliki banyak toko, seperti, khan al narsi yang berlokasi di alun-alun karkh di bagdad.

7. Ribarth.
Ribath adalah tempat kegiatan kaum sufi yang ingin menjauhkan diri dari kehidupan duniawi dan mengkonsentrasikan diri untuk semata-mata ibadah.

8. Rumah – Ulama.
Rumah sebenarnya bukan temapat yang nyaman untuk kegiatan belajar mengajar, namun para ulama dizaman klasik banyak yang mempergunakan rumahnya secara ikhlas untuk kegiatan belajar mengajar dan pengembangan ilmu pengetahuan.

9. Toko-toko buku dan perpustakaan.
Toko-toko buku memiliki peranan penting dalam kegiatan keilmuan islam, pada awalnya memang hanya manjual buku-buku, tetapi berikutnya menjadi sarana untuk berdiskusi dan berdebat, bahkan pertemuan rutin sering dirancang dan dilaksanakan disitu.
Disamping tokobuku, perpustakan juga memilki peranan penting dalam kegiatan transfer keilmuan islam.

10. Rumah sakit.
Rumah sakit pada zaman klasik bukan saja berfungsi sebagai tempat merawat dan mengobati orang-orang sakit, tetapi juga mendidik tenaga-tenaga yang berhungan dengan perawatan dan pengobatan. Pada masa itu, percabaan dalam bidang kedokteran dan obat-oibatan dilaksanakan sehingga ilmu kedoteran dan obat-obatan cukup pesat.
Rumah sakit juga merupan tempat praktikum sekolah kedoteran yang didirikan diluar rumah sakit, rumah sakit juga berfungsi sebagai lembaga pendidikan .

11. Badiah (padang pasir, dusun tempat tinggal badui)
Badiah merupakan sumber bahasa arab yang asli dan murni, dan mereka tetap mempertahankan keaslian dan kemurnian bahasa arab. Oleh karena itu badiah-badiah menjadi pusat untuk pelajaran bahasa arab yang asli dan murni. Sehingga banyak anak-anak khulifah, ulama-ulama dan para ahli ilmu pengetahuan pergi kebadiah-badiah dalam rangka mempelajari bahasa dan kesusastraan arab. Dengan begitu badiah-badiah telah berfungsi sebagai lembaga pendidikan

D.     Metode Pendidikan Pada Masa Abbasiyah

Dalam proses belajar mengajar, metode pendidikan/pengajaran merupakan salah satu aspek pendidikan/pengajaran yang sangat penting guna mentransfer pengetahuan atau kebudayaan dari seorang guru kepada para muridnya. Melalui metode pengajaran terjadi proses internalisasi dan pemilikan pengetahuan oleh murid hingga murid dapat menyerap dan memahami dengan baik apa yang telah disampaikan gurunya.
Pada masa Dinasti abbasiyah metode pendidikan/pengajaran yang digunakan dapat dikelompokkan menjadi tiga macam: lisan, hafalan, dan tulisan.

  • a.      Metode Lisan Metode lisan berupa dikte, ceramah, qira’ah dan diskusi. Metode dikte(imla’) adalah metode penyampaian pengetahuan yang dianggap baik dan aman karena dengan imla’ ini murid mempunyai catatan yang akan dapat membantunya ketika ia lupa. Metode ini dianggap penting, karena pada masa klasik buku-buku cetak seperti masa sekarang sulit dimiliki.Metode ceramah disebut juga metode as-sama’, sebab dalam metode ceramah, guru menjelaskan isi buku dengan hafalan, sedangkan murid mendengarkannya.Metode qiro’ah biasanya digunakan untuk belajar membaca sedangkan diskusi merupakan metode yang khas pada masa ini.
  • b.      Metode Menghafal Metode menghafal Merupakan ciri umum pendidikan pada masa ini.Murid-murid harus membaca secara berulang-ulang pelajarannya sehingga pelajaran tersebut melekat pada benak mereka, sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Hanafi, seorang murid harus membaca suatu pelajaran berulang kali sampai dia menghafalnya. Sehingga dalam proses selanjutnya murid akan mengeluarkan kembali dan mengkonstektualisasikan pelajaran yang dihafalnya sehingga dalam diskusi dan perdebatan murid dapat merespons, mematahkan lawan, atau memunculkan sesuatu yang baru.
  • c.       Metode Tulisan Metode tulisan dianggap metode yang paling penting pada masa ini.Metode tulisan adalah pengkopian karya-karya ulama. Dalam pengkajian buku-buku terjadi proses intelektualisasi hingga tingkat penguasaan ilmu murid semakin meningkat. Metode ini disamping berguna bagi proses penguasaan  ilmu pengetahuan juga sangat penting artinya bagi penggandaan jumlah buku teks, karena pada masa ini belum ada mesin cetak, dengan pengkopian buku-buku kebutuhan terhadap teks buku sedikit teratas
E.     Cabang Ilmu pengetahuan
  a.    Ilmu kedokteran Ilmu kedokteran mulai berkembang dengan pesat pada masa akhir dinasti abbasiyah I. Pada masa ini, banyak sekolah kedokteran dan rumah sakit yang didirikan. Dinasti bani abbasiyah telah banyak melahirkan dokter kenamaan, diantaranya sebagai berikut.
1)         Hunain ibnu ishaq ( 804-874 M ), terkenal sebagai dokter ahli di bidang penyakit mata dan penerjemah  buku-buku pengetahuan dari bahasa asing ke dalam  bahasa arab.
2)         Ar Razi ( 809-873 M ), terkenal sebagai dokter ahli di bidang penyakit cacat dan campak. Ia adalah dokter rumah sakit bagdad buku karangannya di bidang kedokteran berjudul al-Hawi.
3)         Ibnu sina ( 980-1036 M ), karyanya yang terkenal adalah al Qannun fi al- Tibb dan dijadikan buku pedoman kedokteran bagi universitas di Eropa dan negara-negara islam.
4)         Abu marwan abdul malik ibnu abil ‘ala ibnu zuhr ( 1091-1162 ), terkenal  sebagai dokter ahli di bidang penyakit dalam ( internis ). Karya yang terkenal ialah at-taisir ( pemudahan perawatan ) dan al-iqtida’ yang ditulis tahun 11121 M.
5)         Ibnu rusyd ( 520-595 M ), terkenal sebagai dokter perintis di bidang penelitian pembuluh darah dan penyakit cacar.
6)         Abu zakaria yuhana bin maskawih, seorang ahli farmasi di rumah sakit yundishapur.
7)         Sabur bin sahal, menjadi direktur rumah sakit yundishapur.

 b.      Ilmu perbintangan Kaum muslimin pada masa dinasti abbasiyah mempunyai modal besar untuk ilmu mengembangkan ilmu pengetahuan. Mereka mengkaji dan menganalisa berbagai aliran ilmu perbintangan dari berbagai suku bangsa, seperti bangsa yunani, india, persia. Ilmu perbintangan memegang peranan penting, dalam menentukan garis politik para khalifah dan amir. Berikut di antara ahli ilmu perbintangan yang terkenal
     1)      Abu ma’syur al falaki, karyanya yang terkanal ialah isbatul ulum dan haiatul falaq.
     2)      Jabir al-batany, pencipta alat teropong bintang yang pertama. Karyanya yang terkenal adalah              kitabu ma’rifati matlil-buruj baina arba’il falaq.
     3)      Raihan al-biruny, karyanya yang terkenal adalah al-tafhim li awa’ili bina atit tanjim  Ilmu pasti
Pada masa dinasti abbasiyah juga berkembang ilmu pasti dan cabang-cabangnya. Misalnya, ilmu geometri yang berfungsi untuk menerangkan sifat-sifat garis, sudut, bidang, dan ruang. Ilmu ini dapat dimanfaatkan untuk kepentingan para perancang bangunan, seperti istana, masjid, dan bangunan lainnya. Di antara tokoh ilmuwan muslim di bidang ilmu pasti yang terkenal pada masa ini adalah sebagai berikut.
    1)      Sabit bin qurrah al hirany ( 211-288 H ), karyanya yang terkenal ialah Hisabul Ahliyyah
    2)      Abdul wafa muhammad bin muhammad bin ismail bin abbas, karyanya yang terkenal ialah Ma            yahtaju Ilahi Ummar wal kuttab min sinatil hisab
    3)      Sinan Ali Muhammad bin Hasan.
d.      Ilmu farmasi dan kimia Pada masa ini juga berkembang ilmu farmasi, yaitu ilmu untuk menentukan obat dan pembuatan obat-obatan, makanan, serta gizi. Di antara para ahli farmasi pada maa dinasti abbasiyah adalah ibnu baitar. Karyanya yang terkenal adalah al-mugni ( tentang obat-obatan ), jami’ mufratil-adwiyyah wa agziyah ( tentang obat-obatan dan makanan atau gizi ), dan Mizani Tabib. Adapun di bidang kimia, adalah abu bakar ar-Razi dan Abu Musa Ya’far al-Kufi.

e.       Ilmu filsafat Setelah kitab-kitab filsafat yunani diterjemahkan ke dalam  bahasa arab pada masa pemerintahan harun ar-rasyid dan al-makmun, kaum muslimin sibuk mempelajari  ilmu filsafat. Bahkan, mereka mulai menafsirkan dan mengadakan perubahan serta perbaikan sesuai dengan ajaran islam. Akhirnya lahirlah filsafat islam. Tokoh dalam ilmu filsafat islam, al kindi, al farabi, ibnu sina dan lain-lain.


f.       Ilmu sejarah Dalam masa pemerintahan dinasti abbasiyah telah disusun buku-buku sejarah dalam berbagai bidang, meliputi manusia dan peristiwa.[9] Di antara para sejarawan yang terkenal pda masa itu ialah abu ismail al-azdy dengan karyanya kitab futhusy-syam a waqidy dengan karyanya kitab al-magazy, dll


g.      Ilmu geografi Pada masa dinasti abbasiyah telah berkembang ilmu geografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang permukaan bumi. Di antara ilmuwan geografi, yaitu ilmu yang mempelajari tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh di bumi. Di antara ilmuwan geografi saat ituialah ibnu khardazbah dengan karyanya kitabul masalik wal mamalik, ibnul haik dengan karyanya  kitabul iktim


h.      Ilmu sastra Pada masa dinasti abbasiyah juga berkembang ilmu sastra, sehingga melahirkan para penyair dan pujangga yang terkenal. Di antara para penyair yang terkenal pada masa dinasti bani abbasiyah adalah abu nawas, abu atiyah, abu tamam


i.      Ilmu Tafsir Perkembangan ilmu tafsir pada masa Dinasti Abbasiyah mengalami kemajuan pesat. Tafsir pada zaman ini terdiri atas tafsir bil-ma’sur (Al-Qur’an ditafsirkan dengan Al-qur’an atau hadis-hadis nabi) dan tafsir bir-ra’yi (penafsiran Al-qur’an dengan menggunakan akal pikiran). Para ahli tafsir bil-ma’sur, antara lain Jarir at-Tabary. Ibnu ‘Atiyahal-Andalus as-Suda’i (mendasarkan tafsirnya kepada Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud). Muqat bin Sulaiman (tafsiran terpengaruh oleh kitab Taurat), Muhammad bin Isha (dalam tafsirnya banyak mengutip cerita israiliyat).  Adapun para ahli tafsir bir-ra’yi, antara lain ialah Abu Bakar Asam, Abu Muslim Muhammad bin Bahr Isfahany, Ibnu Jaru al-Asady, dan Abu Yunus Abdussalam kesemuanya beraliran mu’tazilah.


j.     Ilmu Hadits Pada masa ini sudah ada usaha pengodifikasian hadits sesuai kesahihannya lahir ulama-ulama’ hadits terkenal, seperti imam bukhori, muslim, at-tirmizi,abu dawud, ibnu majah, dan an-nasa’i. Dari mereka diperoleh kutubus sittah(kitab-kitab enam), yaitu sahih al-bukhori, sahih muslim, sunan at-tirmizi, sunan abu dawud, sunan ibnu majah, dan sunan an-nasa’i.



k.      Ilmu Kalam Ilmu kalam lahir disebabkan dua faktor, yaitu musuh lslam ingin melumpuhkan islam dengan menggunakan filsafat dan hampir semua masalah, termasuk masalah agama telah terbakar pada pola rasa kepada pola akal dan ilmu. Diantara pelopor dan ahli ilmu kalam ialah wasil binata’, abu huza al-allaf, ad-daham, abu hasan al-asy’ari,dan imam gazali.


l.      Ilmu Tasawuf Ilmu tasawuf ialah ilmu syari’at. Inti ajarannya ialah tekun beribadah dengan menyerahkan diri sepenuhnya kepada allah, meninggalkan/menjauhkan diri dari kesenangan atau perhiasan dunia dan bersembunyi diri dalam beribadah. Diantara ulama’ tasawuf masa ini adalah al-quraisy dengan karyanya yang terkenal adalah Risalatul-Quraisy dan imam al-ghazali denagn karyanya yang terkenal adalah ihya ulumuddin.


    m.   Ilmu Bahasa Ilmu bahasa yang berkembang ialah nahwu, saraf, bayan, badi’, dan arud. Ilmu bahasa pada masa Dinasti Abbasiyah berkembang cukup pesat karena bahasa arab yang semakin berkembang memerlukan ilmu bahasa yang menyeluruh. Kota basrahdan kufah merupakan pusat pertumbuhan dari kegiatan ilmu bahasa(ilmulugah). Diantara para ahli ilmu bahasa adalah sibawaiah, al-kisai, dan Abu Zakariyah al-farra.


n.      Ilmu Fiqih Dari aspek hukum, pada periode ini juga timbul puluhan aliran atau mazhab yang menawarkan metode dan pendapat yang beragam. Ada empat mazhab besar yang bertahan di kalangan suni, yaitu hanafi, maliki, syafi’i, dan hanbali. Semula pengelompokan aliran atau mazhab fikih ini lebih berdasarkan pada kota yang menjadi pusat pengembangannya, yaitu mazhab madinah, mazhab damaskus, dan mazhab mesir. Baru pada periode abbasiyah, mazhab fikih lebih dintributkan kepada tokoh pemikir terbesarnya, yaitu imam abu hanifah (699-767 M), imam malik bin anas (715-795 M), imam muhammad idris asy-syafi’i (820), dan imam ahmad bin hanbal  (855 M). Disamping itu, juga dikenal Abu Yusuf (798 M), murid imam abu hanifah, yang pernah menjabat sebagai hakim agung (qadi al-qudat), dan dawud bin khallaf (833 M) yang menjadi pelopor aliran tekstualis (Mahab Zahiri). Karya-karya ulama’ mazhab fiqih, antara lain Imam Abu Hanifah,karyanya fiqhu akbar dan al-alim wal muta’an, imam maliki, karyanya yang terkenal ialah kitab al-muwatta’, imam syafi’i karyanya yang terkrnal ialah al-umm dan usul fiqih, imam al mad bin hanbal, karyanya yang terkenal ialah al-musnad.





BAB III
PENUTUPAN
Kesimpulan

           Perkembangan Ilmu pendidikan pada masa bani abbasyiah merupan dasar dari pendidikan sekarang mulai dari metode pembelajaran, tingkatan pendidikan, cabang-cabang Ilmunya dan bagaimana cara mengembangkan ilmu pengetahun dengan baik. Maka dari itu kita harus bersyukur
Saran
          Kita dapat menggunakan sistem pendidikan bani abbasyiah yang cocok digunakan pada masa sekarang untuk dunia pengetahuan



Daftar Pustaka

http://embesgang.blogspot.com/2013/09/sejarah-berdirinya-dinasti-bani.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar